Penayangan bulan lalu

Selasa, 24 April 2012

Negara Subur yang Mengimpor Pangan


Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, selain kaya akan sumber daya alamnya Indonesia adalah negara yang subur, hampir semua jenis tanaman dapat Kita tanam di Indonesia. Selain tanahnya yang subur iklimnya pun sangat mendukung dalam melakukan cocok tanam, yaitu hanya terjadi dua musim, musim hujan dan musim panas, tentu saja dengan keadaan ini akan membuat proses cocok tanam dapat dilakukan setiap tahunnya.
Kondisi yang terjadi saat ini ternyata berbeda jauh dengan kelebihan-kelebihan yang Tuhan berikan pada negeri ini. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah Pemerintah Indonesia melakukan impor pangan besar-besaran.  Sepanjang Januari-Juni 2011, Indonesia mengimpor dari berbagai negara jutaan ton beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging, mentega, minyak goreng, susu, telur, ayam, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkeh, kakao, cabe kering, cabai, garam, tembakau, kacang-kacangan, jagung, dan bawang. Indonesia juga mengimpor belasan ribu ton bawang merah dari India, Filipina, dan Thailand. Singkong pun diimpor berton-ton dari China dan negara lain. Begitu pun garam diimpor hampir dua juta ton dari Australia, Singapura, Selandia Baru, Jerman, dan India. Padahal, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Pemerintah juga mengimpor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang jumlahnya bertambah dari waktu ke waktu. Malah, pemerintah menambah kuota impor daging sapi beku tahun ini berdasarkan kajian Kementerian Pertanian yang merekomendasikan tidak mungkin pemerintah menghentikan impor. Tahun ini impor daging berkurang 30 ribu ton sedangkan impor sapi bakalan berkurang 100 ribu ekor dari kebutuhan rata-rata tiap tahun 2,5 juta ekor (Pusat Data dan Informasi DPD RI).
Keseriusan pemerintah dalam melakukan revitalisasi pertanian pantas Kita pertanyakan. Sampai kapan negara ini harus bergantung pada negara lain dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya padahal dengan sedikit tekad dan keinginan yang sangat kuat dari pemerintah, negara ini tidak perlu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dari rakyatnya. Data Kementerian Pertanian yang merujuk dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait jumlah lahan terlantar, dari luasan 7 juta hektar yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian baru adalah sebesar 2,5 juta hektar hingga saat ini belum terlihat realisasinya. Ini merupakan tambahan bukti tata kelola lahan nasional untuk pertanian pangan masih perlu perbaikan dari berbagai sudut. Selain itu orang-orang yang berada dalam kabinet pemerintahan (menteri) yang memiliki visi untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan, tanpa alasan yang jelas langsung diganti oleh Presiden. Carut marutnya manajemen lahan pertanian hingga saat ini belum terselesaikan, merupakan akibat belum terimplementasikannya undang-undang perlindungan lahan pertanian yang telah di sahkan 14 Oktober 2009 lalu. Salah satu faktor mandulnya pelaksanaan undang-undang perlundungan lahan ini disebabkannya belum adanya tata ruang nasional. Tata ruang nasional belum dapat dituntaskan disebabkan belum tuntasnya tata ruang wilayah secara keseluruhan.